home

Minggu, 13 Mei 2012

NAPZA

Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAPZA
Dalam percakapan sehari-hari, sering digunakan istilah narkotika, narkoba, NAZA maupun NAPZA. Secara umum, kesemua istilah itu mengacu pada pengertian yang kurang-lebih sama yaitu penggunaan zat-zat tertentu yang mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan ketergantungan (adiksi). Namun dari maraknya berbagai zat yang disalahgunakan di Indonesia akhir-akhir ini, penggunaan istilah narkotika saja kurang tepat karena tidak mencakup alkohol, nikotin dan kurang menegaskan sejumlah zat yang banyak dipakai di Indonesia yaitu zat psikotropika. Karena itu, istilah yang dianggap tepat untuk saat ini adalah NAPZA : narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Beberapa jenis NAPZA yang populer digunakan di Indonesia :
  • Putau : tergolong heroin yang sangat membuat ketergantungan, berbentuk bubuk.
  • Ganja : berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berbentuk tanaman yang dikeringkan.
  • Shabu-shabu: kristal yang berisi methamphetamine.
  • Ekstasi: methylendioxy methamphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul.
  • Pil BK, megadon dan obat-obat depresan sejenis.
Pada awalnya, zat-zat ini digunakan untuk tujuan medis seperti penghilang rasa sakit. Namun apabila zat-zat ini digunakan secara tetap, bukan untuk tujuan medis atau yang digunakan tanpa mengikuti dosis yang seharusnya, serta dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental dan sikap hidup masyarakat, maka disebut penyalahgunaan NAPZA (drug abuse).
Salah satu sifat yang menyertai penyalahgunaan NAPZA adalah ketergantungan (addiction). Misalnya heroin yang ditemukan oleh Henrich Dresser tahun 1875, digunakan untuk menggantikan morfin dalam pembiusan karena diduga heroin tidak menimbulkan ketergantungan. Padahal – keduanya berasal dari opium – heroin justru menimbulkan ketergantungan yang sangat kuat. Sejarah juga menunjukkan bahwa banyak tentara Amerika pasca perang Vietnam menjadi ketergantungan heroin karena zat ini sering digunakan sebagai penghilang rasa sakit selama perang berlangsung.
Ciri-ciri ketergantungan NAPZA:
  • Keinginan yang tak tertahankan untuk mengkonsumsi salah satu atau lebih zat yang tergolong NAPZA.
  • Kecenderungan untuk menambah dosis sejalan dengan batas toleransi tubuh yang meningkat.
  • Ketergantungan psikis, yaitu apabila penggunaan NAPZA dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan gejala psikis lain.
  • Ketergantungan fisik, yaitu apabila pemakaian dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut gejala putus zat (withdrawal syndrome).(rt)

Ciri-ciri Pengguna NAPZA
Secara medis dan hukum, penyalahguna NAPZA harus melewati satu atau serangkaian tes darah orang yang diduga menyalahgunakannya. Tetapi, sebagai orang tua dan guru, penyalahguna NAPZA dapat dikenali dari beberapa ciri fisik, psikologis maupun perilakunya. Beberapa ciri tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Fisik
  • Berat badan turun drastis.
  • Mata cekung dan merah, muka pucat dan bibir kehitaman.
  • Buang air besar dan air kecil kurang lancar.
  • Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas.
  • Tanda berbintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan ada bekas luka sayatan.
  • Terdapat perubahan warna kulit di tempat bekas suntikan.
  • Sering batuk-pilek berkepanjangan.
  • Mengeluarkan air mata yang berlebihan.
  • Mengeluarkan keringat yang berlebihan.
  • Kepala sering nyeri, persendian ngilu.
b.       Emosi
  • Sangat sensitif dan cepat bosan.
  • Jika ditegur atau dimarahi malah membangkang.
  • Mudah curiga dan cemas
  • Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul atau berbicara kasar kepada orang  disekitarnya, termasuk kepada anggota keluarganya. Ada juga yang berusaha menyakiti diri sendiri..
c.    Perilaku
  • Malas dan sering melupakan tanggung jawab/tugas rutinnya.
  • Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga.
  • Di rumah waktunya dihabiskan untuk menyendiri di kamar, toilet, gudang, kamar mandi, ruang-ruang yang gelap.
  • Nafsu makan tidak menentu.
  • Takut air, jarang mandi.
  • Sering menguap.
  • Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba bersikap manis jika ada maunya, misalnya untuk membeli obat.
  • Sering bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam.
  • Selalu kehabisan uang, barang-barang pribadinya pun hilang dijual.
  • Suka berbohong dan gampang ingkar janji.
  • Sering mencuri baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun pekerjaan.
Di samping itu, kondisi fisik penyalahguna NAPZA akan sangat mudah dikenali dalam keadaan putus obat, terutama narkotika (seperti ganja, putau dan sejenisnya), yaitu dengan ciri-ciri:
  • air mata berlebihan
  • banyaknya lendir dari hidung
  • pupil mata membesar
  • diare
  • bulu kuduk berdiri
  • sukar tidur
  • menguap
  • jantung berdebar-debar
  • ngilu pada sendi
Penting untuk diperhatikan, semua ciri-ciri di atas adalah indikator dari penyalahgunaan NAPZA, tapi BUKAN ciri yang dapat menentukan apakah seseorang sudah menyalahgunakan NAPZA. Artinya, perlu kehati-hatian dan kebijaksanaan untuk menggunakan ciri-ciri itu untuk menuduh seseorang terlibat penyalahgunaan NAPZA. Ciri-ciri ini digunakan terutama untuk meningkatkan kewaspadaan serta perhatian orang tua dan guru, untuk kemudian menindaklanjutinya dengan pemeriksaan darah pada lembaga yang berwenang bila seseorang dicurigai (rt)
Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Pada setiap kasus, ada penyebab yang khas mengapa seseorang menyalahgunakan NAPZA dan ketergantungan. Artinya, mengapa seseorang akhirnya terjebak dalam perilaku ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak dapat disamakan begitu saja dengan kasus lainnya. Namun berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa faktor yang berperan pada penyalahgunaan NAPZA.
Faktor keluarga
Dalam percakapan sehari-hari, keluarga paling sering menjadi “tertuduh” timbulnya penyalahgunaan NAPZA pada anaknya. Tuduhan ini tampaknya bukan tidak beralasan, karena hasil penelitian dan pengalaman para konselor di lapangan menunjukkan peranan penting dari keluarga dalam kasus-kasus penyalahgunaan NAPZA. Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang beresiko tinggi anggota keluarganya (terutama anaknya yang remaja) terlibat penyalahgunaan NAPZA.
  • Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan NAPZA.
  • Keluarga dengan menejemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya, ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
  • Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
  • Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Di sini peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua – dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
  • Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
  • Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.
Faktor kepribadian
Kepribadian penyalahguna NAPZA juga turut berperan dalam perilaku ini. Pada remaja, biasanya penyalahguna NAPZA memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif agresif dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.
Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan dan lebih melihat faktor-faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kepribadian yang dependen dan tidak mandiri memainkan peranan penting dalam memandang NAPZA sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang dihadapi.
Sangat wajar bila dalam usianya remaja membutuhkan pengakuan dari lingkungan sebagai bagian pencarian identitas dirinya. Namun bila ia memiliki kepribadian yang tidak mandiri dan menganggap segala sesuatunya harus diperoleh dari lingkungan, akan sangat memudahkan kelompok teman sebaya untuk mempengaruhinya menyalahgunakan NAPZA. Di sinilah sebenarnya peran keluarga dalam meningkatkan harga diri dan kemandirian pada anak remajanya.
Faktor kelompok teman sebaya (peer group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan hanya remaja, karena pada kenyataannya semua orang ingin disukai dan tidak ada yang mau dikucilkan.
Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam bidang olah raga, sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustrasi dan mencari kelompok lain yang dapat menerimanya. Sebaliknya, keberhasilan dari kelompok teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan NAPZA dapat muncul.
Faktor kesempatan
Ketersediaan NAPZA dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan sebagai pemicu. Indonesia yang sudah mendjadi tujuan pasar narkotika internasional, menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melansir bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk sampai di SD. Penegakan hukum yang belum sepenuhnya berhasil – tentunya dengan berbagai kendalanya – juga turut menyuburkan usaha penjualan NAPZA di Indonesia.
Akhirnya, dari beberapa faktor yang sudah diuraikan, tidak ada faktor yang satu-satu berperan dalam setiap kasus penyalahgunaan NAPZA. Ada faktor yang memberikan kesempatan, dan ada faktor pemicu. Biasanya, semua faktor itu berperan. Karena itu, penanganannya pun harus melibatkan berbagai pihak, termasuk keterlibatan aktif orang tua. (rt)
Akibat Penyalahgunaan NAPZA
Paling tidak terdapat 3 aspek akibat langsung penyalahgunaan NAPZA yang berujung pada menguatnya ketergantungan.
  • Secara fisik: penggunaan NAPZA akan mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal ini terlihat dari peningkatan dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala putus obat. Keduanya menyebabkan seseorang untuk berusaha terus-menerus mengkonsumsi NAPZA.
  • Secara psikis: berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa bersalah, malu dan perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi NAPZA. Cara yang kemudian ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi mental itu adalah dengan mengkonsumsi lagi NAPZA.
  • Secara sosial: dampak sosial yang memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya diawali dengan perpecahan di dalam kelompok sosial terdekat seperti keluarga (lihat faktor penyebab keluarga), sehingga muncul konflik dengan orang tua, teman-teman, pihak sekolah atau pekerjaan. Perasaan dikucilkan pihak-pihak ini kemudian menyebabkan si penyalahguna bergabung dengan kelompok orang-orang serupa, yaitu para penyalahguna NAPZA juga
Semua akibat ini berujung pada meningkatkannya perilaku penyalahgunaan NAPZA. Beberapa dampak yang sering terjadi dari peningkatan ini adalah sebagai berikut.
  • Dari kebutuhan untuk memperoleh NAPZA terus-menerus menyebabkan penyalahguna sering melakukan pelanggaran hukum seperti mencuri dan menipu orang lain untuk mendapatkan uang membeli NAPZA.
  • Menurun bahkan menghilangnya produktivitas pemakai, apakah itu di sekolah maupun di tempat kerja. Penyalahguna akan kehilangan daya untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.
    • Penggunaan jarum suntik secara bersama meningkatkan resiko tertularnya berbagai macam penyakit seperti HIV. Peningkatan jumlah orang dengan HIV positif di Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan meningkatnya penyalahgunaan NAPZA.
    • Pemakaian NAPZA secara berlebihan menyebabkan kematian. Gejala over dosis pada penyalahguna NAPZA menjadi lebih besar karena batas toleransi seseorang sering tidak disadari oleh yang bersangkutan.
Dilihat secara lebih luas lagi, terutama dari segi kepentingan bangsa Indonesia, penyalahgunaan NAPZA pada remaja jelas-jelas membawa dampak yang sangat negatif. (rt)
Sumber : e-psikologi.com
Sejarah Narkoba (klik linknya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar