Defenisi
Striktur
uretra adalah berkurangnya diameter atau elastisitas uretra yang
disebabkan oleh jaringan uretra diganti jaringan ikat yang kemudian
mengerut menyebabkan jaringan lumen uretra mengecil.
Anatomi fisiologi uretra
Uretra
dibagi menjadi 2 bagian yaitu anterior dan posterior. Uretra anterior
dibagi menjadi meatus uretra, pendulan uretra dan bulbulus uretra.
Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, letak bebas di luar tubuh
sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra
posterior terletak di posterior tulang pubis dianterior rectum, terdapat
spinker internus dan eksternus sehingga kalau memerlukan operasi atau
reparasi sulit. Dalam keadaan normal lumen uretra laki-laki 24 cih dan
wanita 30 cih, sedangkan anak-anak 1 cih. Apabila 1 cih 0,3 mm sehingga
lumen uretra laki-laki sama dengan 7,1 mm dan wanita 9 mm. Biomekanik
striktur uretra. Dalam ilmu fisika dikenal hukum Borke – Bar – Lussae : P
x V : C.R
Keterangan
rumus : P : Tekanan V : Volume R : Tahanan C : Konstanta Juga dikenal
tahanan berbanding terbalik dengan diameter, pada striktur uretra lumen
uretra mengecil sehingga tekanan naik. Apabila tahanan naik, maka untuk
mempertahankan volume sesuai dengan hukum Borle – Bar – Lussae tekanan
harus naik. Jadi pada striktur uretra pada waktu kencing, kencing harus
menaikkan tekanan. Dalam ilmu fisika dikenal 2 macam aliran cair yaitu
aliran streamline dan aliran turbulent. Aliran streamline dengan
kecepatan yang sama dan aliran turbulent dengan kecepatan berbeda-beda.
Hal ini menyebabkan urine di samping kecil karena lumen mengecil juga
bercabang. Urine yang kecepatannya rendah. Uretra berfungsi mengalirkan
urine dari kandung kemih keluar tubuh.
Etiologi
Striktur
uretra bisa terjadi secara kongenital misalnya congenital meatus
stenosis, klep uretra posterior. Striktur uretra yang dapat terjadi
akibat uretritis gonarhoika atau nogonarhoika, akibat ruptura uretra
anterior maupun posterior ratrogenik seperti uretra akibat
instrumentasi, pasangan kateter lama sehingga menyebabkan nekrosis
tekanan di daerah penoskrotal. Di RS DR Cipto Mangkusumo penyebab
terbanyak adalah karena ruptura uretra anterior maupun posterior.
Patologi
Striktur
Uretra Trabekulasi, sarkulasi dan vertikal : Pada striktur uretra
kandung kencing harus berkontraksi lebih kuat, sesuai dengan hukum
starling, dan apabila otot diberi beban akan berkontraksi lebih kuat
sampai pada suatu saat kemudian akan melemah. Jadi pada striktur uretra
otot buli-buli mula-mula akan menebal dan akan terjadi trabekulasi pada
fase compensasi, setelah itu pada fase decompensasi timbul sirkulasi dan
vertikel menonjol di luar buli-buli. Dengan demikian divertikel
buli-buli adalah tonjolan mukosa keluar buli-buli tanpa dinding otot.
Residu urine Pada fase compensasi dimana otot buli-buli berkontraksi
makin kuat timbul residu. Pada fase dekompensasi akan timbul residu,
residu adalah keadaan dimana setelah kencing masih ada urine dalam
kandung kencing dalam keadaan normal residu ini tidak ada. Refluks
vesiku uretra Dalam keadaan normal pada saat b.a.k urine dikeluarkan
buli-buli melalui uretra. Pada striktur uretra dimana terdapat tekanan
intravesikel yang meninggi maka akan terjadi refluks yaitu urine dari
buli-buli akan masuk kembali ke ureter bahkan sampai ke ginjal. Infeksi
saluran kemih dan gagal ginjal Dalam keadaan normal buli-buli dalam
keadaan stent. Salah satu cor tubuh mempertahankan buli-buli dengan
perlu setiap saat mengosongkan buli-buli waktu buang air kecil. Dalam
keadaan dekompensasi maka akan timbul residu, akibatnya maka buli-buli
gampang terkena infeksi. Adanya kuman yang berkembang biak di buli-buli
akan timbul refluks, maka timbul pyelonefritis akut maupun kronik yang
akhirnya timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya. Inflitrat urine,
abces dan fistulla Adanya sumbatan pada uretra, tekanan intravesika yang
maka timbul inhibisi urine keluar buli-buli atau uretra proximal dari
striktur urine yang terinfeksi keluar dari buli-buli atau uretra
menyebabkan timbulnya infiltrat urine, kalau tidak diobati infiltrat
urine akan timbul meninggi abces, abces pecah pistel disuprapubis atau
uretra proximal dari striktur.
Gejala dan tanda
Gejala
dari striktur uretra yang khas adalah pancaran air seni kecil dan
bercabang gejala yang lain iritasi dan infeksi seperti frekuensi,
urgensi, disuria, kadang-kadang dengan infiltrat, abces dan fistel.
Gejala lanjut adalah retensio urine.
Pemeriksaan fisik
Anamnese
Untuk mencari gejala dan tanda tiadanya striktur uretra juga untuk mencari penyebab striktur uretra.
Pemeriksaan umum dan lokal
Untuk mengecek keadaan penderita juga untuk merubah fibrosis di uretra, infiltrat, abses atau fistula.
Pemeriksaan pembantu
Laboratorium
Ureum, kreatinin, untuk melihat faal ginjal. Radiologi Diagnosa pasti
dapat dibuat dengan uretrografi. Retrograde uretrografi untuk melihat
uretra anterior. Antegrade uretrografi untuk melihat uretra posterior.
Bipoler uretrografi adalah kombinasi dari pemeriksaan antegrade dan
retrograde uretrografi. Dengan pemeriksaan ini diharapkan di samping
dapat dibuat diagnosis striktur uretra dapat juga ditentukan panjang
striktur uretra yang penting untuk perencanaan terapi/operasi.
Uretroskopi
Pemeriksaan
dengan endoskopi untuk melihat secara adanya striktura. Uroflometri
adalah pemeriksaan untuk menentukan jumlah yang dipancarkan perdetik
normal flow maksimum laki-laki 15 ml/detik dan wanita 25 ml/detik.
Terapi Kalau penderita datang dengan retensio urine atau inflitrat urine
maka pertolongan pertama dengan cystostomi kemudian baru dibuat
pemeriksaan uretrografi untuk memastikan adanya striktur uretra. Kalau
penderita datang dengan infiltrat urine atau abses dilakukan insisi
infiltrat pada abses dilakukan cystostomi baru kemudian dibuat
uretrografi. Trukar cystostomie Kalau penderita datang dengan retensio
urine atau infiltrat urine dilakukan cystostomi. Tindakan cystostomi
dilakukan dengan trukar, dilakukan dengan anastesi, 1 jari di atas pubis
dan di atas garis tengah tusukan membuat sudut setelah triktur masuk,
dimasukkan kateter dan triktur dilepas, kateter difiksasi dengan benang
sutera ke kulit. Uretroplasty Indikasi untuk uretroplasty adalah
penderita dengan striktur uretra dengan panjang lebih 2 cm atau dengan
fistel uretro-kutan atau penderita striktur uretra pasca uretromi
sachse. Bedah endoskopi Setelah dibuat diagnosis striktur uretra
ditentukan lokasi dan panjang striktura. Indikasi untuk melakukan bedah
endoskopi dengan alat sachse adalah striktura uretra anterior atau
posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak lebih 2 cm
serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2 – 3 hari pasca
tindakan Setelah penderita dipulangkan penderita masih harus kontrol
tiap minggu sampai satu bulan kemudian tiap bulan sampai 6 bulan dan
tiap 6 bulan seumur hidup. Pada waktu kontrol dilakukan pemeriksaan
uroflowmetri kalau Q maksimal 10 dilakukan bouginasi. Otis uretrotomie
Tindakan otis uretrotomie dikerjakan pada striktur uretra anterior
terutama bagian distal dari pendulans uretra dan fossa manikularis.
Striktur uretra bisa juga diperbaiki dengan uretromie visual trans
uretra atau dengan uretroplastik dengan anastomosis dari ujung ke ujung
atau dengan grap ke dalam perawatan orang pasca oretrotomie visual trans
uretral serupa dengan perawatan reseksi trans uretral prostatektomi
(TURP). Uretroplastik adalah perbaikan cara bedah terbuka dengan cara
pendekatan melalui bawah abdominal, perawatan pasien serupa dengan
pasien setelah menjalani bedah urology. Striktura uretra pada wanita
Etiologi striktur pada wanita berbeda dengan laki-laki, etiologi
striktur uretra pada wanita kadang-kadang kronis biasanya diderita oleh
wanita di atas 40 tahun dengan syndroma cystitis berulang yaitu dysuria,
frequency dan urgency. Diagnosa striktur uretra dibuat dengan bougie
aboule, tanda khas dari pemeriksaan bougie aboule adalah pada waktu
dilatasi terdapat flik/hambatan. Pengobatan dari striktur uretra pada
wanita dapat dilatasi kalau gagal dengan otisurethrotomie
Komplikasi
a.Infeksi saluran kemih.
b.Gagal ginjal.
c.Refluks vesio uretra.
d.Retensi urine.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pada
asuhan keperawatan ini dilaksanakan dengan menggunakan proses
keperawatan. Proses keperawatan adalah suatu bentuk proses penyelesaian
masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki dan memelihara pasien
sampai optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk membantu
pasien. Teori dan konsep keperawatan diimplementasikan secara terpadu
dalam tahapan yang terorganisir yang meliputi :
Pengkajian Diagnosa keperawatan Perencanaan Tindakan Evaluasi.
Pengkajian
Pengkajian
terhadap klien dengan gangguan urologi meliputi pengumpulan data dan
analisa data. Dalam pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari
diri klien sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan
medis.
Pengumpulan data meliputi :
Biodata
klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien terdiri dari nama,
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat,
tanggal masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medik.
Biodata penanggung jawab meliputi :
umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan keluarga.
Keluhan
utama Merupakan keluhan klien pada saat dikaji, klien yang mengatakan
tidak dapat BAK seperti biasa dan merasakan nyeri pada daerah post op
striktur uretra (cystostomi). Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan
memberikan informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa lalu
yang pernah diderita pada masa lalu.
Pemeriksaan fisik
Dilakukan
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi terhadap bagian
sistem tubuh, makan akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : Keadaan
umum Pada klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal :
keadaan umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada post
op striktur uretra mengalami gangguan pola eliminasi BAK sehingga
dilakukan pemasangan kateter tetap.
Sistem pernafasan
Perlu
dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada lubang hidung,
pergerakan cuping hidung pada waktu bernafas, kesimetrisan gerakan dada
pada saat bernafas, auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang
timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas. hal ini
penting karena imobilisasi berpengaruh pada pengembangan paru dan
mobilisasi secret pada jalan nafas.
Sistem kardiovaskuler
Mulai
dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya peninggian vena
jugularis dengan auskultasi dapat dikaji bunyi jantung pada dada dan
pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut
nadi.
Sistem pencernaan
Yang
dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan, peristaltik
usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui secara dini
penyimpangan pada sistem ini. Sistem genitourinaria Dapat dikaji dari
ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang, observasi dan
palpasi pada daerah abdomen bawah untuk mengetahui adanya retensi urine
dan kaji tentang keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai
bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta bagaimana
pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu miksi, serta bagaimana
warna urine.
Sistem muskuloskeletal
Yang
perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of Motion dari
pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah,
ketidaknyamanan atau nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak,
toleransi klien waktu bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus
dikaji juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan
ototnya menurun.
Sistem integumen
Yang
perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut dan kuku, pemeriksaan
kulit meliputi : tekstur, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan.
Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi refleks.
Pola aktivitas sehari-hari
Pola
aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur uretra
meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis dan
kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi, warna,
konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang keluar setiap
hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi mandi, mencuci
rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut dan menggunting
kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi (frekuensi dan
tempat rekreasi).
Data psikososial
Pengkajian
yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama dengan
pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu mengenai konsep
diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri, dan identitas
diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota keluarganya
maupun dengan lingkungan dimana ia berada. Pada klien dengan post op
striktur uretra dan imobilisasi adanya perubahan pada konsep diri secara
perlahan-lahan yang mana dapat dikenali melalui observasi terhadap
adanya perubahan yang kurang wajar dan status emosional perubahan
tingkah laku, menurunnya kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan
status tidur. Data spiritual Klien dengan post op striktur uretra perlu
dikaji tentang agama dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta
semangat yang terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting
untuk kesembuhan penyakitnya.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien striktur uretra post op adalah sebagai berikut :
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
3. Resiko volume cairan berlebih berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
4. Resiko infeksi, hemoragi berhubungan dengan pembedahan.
5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi.
Perencanaan
1. Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan
Tidak terjadi gangguan pola eliminasi BAK
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan output urine dan karateristik.
Rasional : Mendeteksi gangguan pola eliminasi BAK secara dini.
2) Mempertahankan irigasi kemih yang konstan selama 24 jam.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
3) Mempertahankan kepatenan dauer kateter dengan irigasi.
Rasional : Mencegah bekuan darah menyumbat kateter.
4) Mengusahakan intake cairan (2500 – 3000).
Rasional : Melancarkan aliran urine.
5) Setelah
kateter diangkat, terus memantau gejala-gejala gangguan pola eliminasi
BAK Rasional : Mendeteksi dini gangguan pola eliminasi BAK.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan post op cystostomi.
Tujuan
Pasien mengatakan perasaannya lebih nyaman.
Intervensi keperawatan
1) Penyuluhan kepada pasien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Rasional : Mengurangi kemungkinan spasmus.
2) Pemantauan pasien pada interval yang teratur selama 24 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini spasmus kandung kemih.
Rasional : Menentukan terdapatnya spasmus kandung kemih sehingga obat-obatan bisa diberikan.
3) Memberikan obat-obatan yang dipesankan (analgetik, antispasmodik).
Rasional : Gejala menghilang.
4) Katakan pada pasien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 jam sampai 28 jam.
Rasional : Memberitahu pasien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
3. Resiko volume cairan berlebihan berhubungan dengan larutan irigasi kandung kemih diabsorbsi.
Tujuan
Gejala – gejala dini intoksikasi air secara dini dikenal.
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan
pasien mengenai gejala-gejala keracunan air dalam 24 jam pertama :
bingung, agitasi, kulit hangat, lembab, anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : Deteksi dini kemungkinan pengobatan dini.
4. Resiko infeksi, hemoragi dengan pembedahan.
Tujuan
Tidak terjadi infeksi, perdarahan minim.
Intervensi keperawatan
1) Pemantauan tanda-tanda vital, melaporkan gejala-gejala shock dan demam.
Rasional : Mencegah sebelum terjadi shock.
2) Pemantauan warna urine darah merah segar bukan merah tua beberapa jam setelah bedah baru.
Rasional : Warna urine berubah dari merah segar menjadi merah tua pada hari ke 2 dan ke 3 setelah operasi.
3) Penyuluhan kepada pasien agar mencegah manuver valsava.
Rasional : Dapat mengiritasi, perdarahan prostat pada periode dini pasca bedah akibat tekanan.
4) Mencegah pemakaian termometer rectal, pemeriksaan rectal atau huknah sekurang-kurangnya 1 minggu.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
5) Mempertahankan teknik aseptik dari sistem drainase urine, irigasi bila perlu saja.
Rasional : Meminimalkan resiko masuknya kuman yang bisa menyebabkan infeksi.
6) Mengusahakan intake yang banyak.
Rasional : Dapat menurunkan resiko infeksi.
5. Inkontinen, stress atau mendesak berhubungan dengan pengangkatan kateter setelah bedah.
Tujuan
Pasien dapat mengendalikan berkemih.
Intervensi keperawatan
1) Pengkajian terjadi tetesan urine setelah kateter diangkat.
Rasional : Mendeteksi kontinen.
2) Katakan kepada pasien bahwa itu biasa dan kontinen akan pulih.
Rasional : Pasien harus dibesarkan harapannya bahwa ia itu normal.
3) Penyuluhan latihan-latihan perineal.
Rasional : Bantuan untuk mengendalikan kandung kemih.
6. Resiko disfungsi seksual berhubungan dengan penyakitnya (striktur).
Tujuan
Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Intervensi keperawatan
1) Memberi intervensi kepada pasien bahwa dalam berhubungan seksual, pengeluaran sperma akan melalui lumen buatan..
Rasional : Klien mengatakan perubahan fungsi seksual.
2) Memberikan
informasi menurut kebutuhan. Kemungkinan kembali tingkat fungsi seperti
semula. Kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu).
Mencegah hubungan seksual 3 sampai 4 minggu setelah operasi. Rasional :
Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas, dan berdampak disfungsi
seksual.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi : Tujuan
Pasien menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat jalan.
Intervensi keperawatan
1) Penyuluhan kepada pasien. Mencegah aktivitas berat 3 sampai 4 minggu setelah operasi.
Rasional : Dapat menimbulkan perdarahan.
2) Mencegah mengedan waktu BAB selama 4 sampai 6 minggu, memakai pelunak tinja laksatif sesuai kebutuhan.
3) Rasional : Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan untuk mengedan waktu BAB
4) Anjurkan minum sekurang-kurangnya 2500 sampai 3000 ml/hari.
5) Rasional : Dengan pemberian minum yang banyak maka klien akan BAK dan tidak terjadi penyumbatan.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan
adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan
proses keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang
lain keluarga klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal :
Melaksanakan tindakan keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan
standar praktek dan sumber-sumber yang ada. Mengidentifikasi respon
klien. Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan
dan respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : Kebutuhan
klien. Dasar dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan
keahlian/keterampilan dari perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan
klien sendiri. Sumber-sumber dari instansi.
Evaluasi keperawatan
Evaluasi
adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan
dalam menggunakan proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post
op striktur uretra yang dipasangi kateter tetap dilakukan berdasarkan
kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan
dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria
tujuan perawatan yang diberikan.
DAFTAR PUATAKA
Doenges, Marilynn E,(2000), Rencana Asuhan Keperawatan, penerbit EGC. Jakarta.
Gallo,(1996) Keperawatan Kritis, edisi VI, volume II, penerbit buku kedokteran, Jakarta.
Long Barbara C,(1996),Perawatan Medikal Bedah Volume 3, Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung.
Mansjoer Arief., dkk, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Penerbit Media Aeusculapius FKUI.
Media Aesculaipius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,(2000) Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke 3, jilid 2, Jakarta.
Nedia Sylvia, dan Wilson, Lorraine M,(1995) Patofisiologi, buku 2, edisi 4, penerbit EGC, Jakarta.
R. Syamsuidajat, Wim de Jong,(1998) Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, penerbit EGC, Jakarta.
Suddarth & Brunner,(2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Susanto H. Fitri, (2000),Keperawatan Medikal Bedah, Widya Medika, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar